WELCOME TO MY BLOG

Sabtu, 02 April 2011

FISIOTERAPI NAFAS

Fisioterapi nafas adalah : Suatu usaha untuk mengeluarkan secret dari dalam paru – paru atau trachea untuk mempertahankan fungsi otot – otot pernafasa.


Tujuan :
1. Untuk mempertahankan, memeperbaiki dan mencapai keefektifan dari seluruh bagan paru – paru, termasuk relaksasi otot – otot penafasan.
2. Untuk mencegah kolaps dari pada bagian paru – paru yang disesabkan oleh terhambatnya sekresi secret.
3. Menghindari terjadinya broncho pneumonia dan komplikasi lainnya.


Indikasi :
1. PPOM
 Asthma
 Bronchitis Kronis
 Emphysema
2. Pasca operasi Thoraks, system kardiovaskulair
3. Berbaring lama
4. Neuromuskulair dengan reflek batuk menurun
5. Klien yang terganggu alat ventilasi

Kontra Indikasi
1. Kelaianan faal hemastasis
2. Klien dengan tekanan intra cranial meningkat
3. Pre operasi carcinoma paru
4. Hemoptoe

Macam – macam fisioterapi nafas
1. Latihan pernafasan (Breathing Excersice)
2. Menepuk – nepuk dada (Clapping)
3. Pre operasi carsinome paru
4. Hemoptoe

Persiapan klien dan alat
1. Klien dibeitahu tentang tindakan yang akan dilakukan
2. Atur posisi klien sesuai dengan daerah mana yang akan dilakukan fisioterapi nafas
3. Stetoscope
4. Bantal
5. Handuk
6. Bedak talk


A. Latihan pernafasan (Breathing Exersice)
Tujuan :
Membantu melancarkan pengeluaran secret dan merangsang terjadinya batuk serta mendapatkan pengembangan yang maksimal dari pada bagian paru – paru yang terkena penyakit.

Batuk Latihan :
 Pernafasan diafragma
Melatih klien bagaimana caranya bernafas dalam, dengan menggunakan diafragma. Caranya
a. Klien disuruh menarik nafas lewat hidung, kemudian disuruh menghembuskan nafas lewat mulut secara pelan – pelan.
b. Klien disuruh bernafas dalam seperti pada point “a” dengan frekwensi 5 – 20 kali tarikan / hembusan nafas, lalu dibatukkan.
c. Latihan nafs dilakukan setiap 1 – 2 jam.

 Batuk
Tujuan dari latihan batuk untuk mengeluarkan benda asing dai dalam saluran pernafasan secara efisien termasuk mengeluarkan secret dari traktus respiratorius. Pada batuk yang produktif, pengeluaran dari mucus dan debu – debu yang lain dari batang tracheal yang harus dikeluarkan. Kadang – kadang sangat penting untuk menghindari ketahanan untuk klien yang sesak nafas kronis dan yang memerlukan tenaga lebih banyak untuk bernafas. Faktor – faktor yang menunjang terjadinya batuk yang adekwat adalah :
 Susunan saraf pusat yang intake
 Kemampuan menarik nafas dalam dan menghembuskan keluar dengan cepat (minimal 2x minute volume)
 Fungsi glottis yang normal
 Kekuatan otot dinding depan abdomen yang cukup

B. Menepuk – nepuk dada (Clapping)
Tujuan :
Untuk membantu mendorong dalam mengeluarkan secret didalam paru - paru yang diharapkan dapat keluar secara gaya berat (Gravitasi). Teknik ini dilakukan dengan menepuk nepukkan tangan dalam posisi tertelungkup.

Catanya :
a. Menepuk – nepuk pada dinding thorak klien (± 30 menit satu kali fisioterapi nafas).
b. Penepukan dapat membuat secret terlepas, sehingga udara dapat mesuk ke paru – paru dan secret biasa keluar kearah bronchus dan trachea, lalu klien disuruh batuk.
c. Pada waktu penepukan perhatikanlah keadaan umum klien dan reaksi klien.
d.

C Menggetarkan (Vibrating)
Tujuan :
 Merangsang terjadinya batuk
 Membantu melancarkan pengeluaran secret

Caranya :
a. Klien disuruh bernafas diafgragma
b. Letakkan kedua tangan diatas dinding thorak pada waktu klien mengeluarkan nafas, kita lakukan tindakan menggetarkan tangan (vibrating)
c. Setelah dilakukan vibeasi sebanyak 3 – 4 kali, lalu klien disuruh batuk.

Perhatikan !
Tindakan ini adapt dilakukan dengan menggunakan alat vibrilator (memakai tenaga listrik).
Cegah terjadinya kerusakan tulang iga dan organ – organ didalamnya
Perhatikan klien jangan sampai kesakitan

D. Posisi Drainage
Tujuan :
a. Dengan posisi drainage , tidak akan terjadi penimbunan secret didalam paru – paru
b. Mencegah terhambatnya saluran bronchus, dengan demikian mencegah kolap dari paru – paru.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan
a. Perubahan posisi dapat menyebabkan turunnya tekanan darah pada klien – klien dengan hemodinamik yang belum stabil.
b. Penempatan posisi klien yang diperlukan hanya dilakukan sejauh tidak ada kontra indikasi dari penyakit dasarnya.
Misalnya : harus disesuaikan dengan prinsip perubahan posisi klien dengan trauma belakang dan trauma kepala.
c. Sebaiknya dilakukan sebelum waktu makan. (Jangan pada perut yang pebuh)

Dokumentasi :
Setelah selesai melakukan prosedur tindakan, untuk evaluasi perkembangan klien diperlukan pencatatan seperti dibawah ini :
 Suara nafas
 Frekwensi nafas
 Batuknya efektif / tidak
 Jumlah pruksi sputum
 Warnanya (kuning, kuning hijau, merah, jernih)
 Konsentrasi (kental, encer)
 Reaksi klien selama dilakukan tindakan

LP Fraktur Cruris

I. Konsep Medis
A. PENGERTIAN
Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadi pada tulang tibia dan fibula. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya. (Brunner & Suddart, 2000)

B. KLASIFIKASI FRAKTUR
a. Fraktur komplet: patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran.
b. Fraktur tidak komplet: patah hanya pada sebagian dari garis tengah tulang
c. Fraktur tertutup: fraktur tapi tidak menyebabkan robeknya kulit
d. Fraktur terbuka: fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa sampai ke patahan tulang.
e. Greenstick: fraktur dimana salah satu sisi tulang patah,sedang sisi lainnya membengkak.
f. Transversal: fraktur sepanjang garis tengah tulang
g. Kominutif: fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen
h. Depresi: fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam
i. Kompresi: Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang)
j. Patologik: fraktur yang terjadi pada daerah tulang oleh ligamen atau tendo pada daerah perlekatannnya.
C. ETIOLOGI
a. Trauma
b. Gerakan pintir mendadak
c. Kontraksi otot ekstem
d. Keadaan patologis : osteoporosis, neoplasma

D. MANIFESTASI KLINIS
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi, hematoma, dan edema
b. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
c. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur
d. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur : menentukan lokasi, luasnya
b. Pemeriksaan analisa darah lengkap
c. Arteriografi : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
d. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal

F. PENATALAKSANAAN
a. Reduksi fraktur terbuka atau tertutup : tindakan manipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak semula.
b. Imobilisasi fraktur: Dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna
c. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi
• Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan
• Pemberian analgetik untuk mengerangi nyeri
• Status neurovaskuler (misal: peredaran darah, nyeri, perabaan gerakan) dipantau
• Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah
G. KOMPLIKASI
a. Malunion : tulang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya.
b. Delayed union : proses penyembuhan yang terus berjlan tetapi dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
c. Non union : tulang yang tidak menyambung kembali

II. Asuhan Keperawatan
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian primer
• Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk
• Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
• Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut


2. Pengkajian sekunder
a. Aktivitas/istirahat: Kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
b. Keterbatasan mobilitas
c. Sirkulasi
o Hipertensi (kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)
o Hipotensi (respon terhadap kehilangan darah)
o Tachikardi
o Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera
o Cafilary refil melambat
o Pucat pada bagian yang terkena
o Masa hematoma pada sisi cedera
d. Neurosensori
o Kesemutan
o Deformitas, krepitasi, pemendekan
o Kelemahan
e. Kenyamanan
o Nyeri tiba-tiba saat cidera
o spasme/ kram otot
f. Keamanan
o laserasi kulit
o perdarahan
o perubahan warna
o pembengkakan local

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
1. Kerusakan mobilitas fisik b.d cedera jaringan sekitar fraktur, kerusakan rangka neuromuskuler
Tujuan : kerusakan mobilitas fisik dapat berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan

Kriteria hasil:
1) Meningkatkan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin
2) Mempertahankan posisi fungsinal
3) Meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit
4) Menunjukkan tehnik mampu melakukan aktivitas
Intervensi:
1) Pertahankan tirah baring dalam posisi yang diprogramkan
2) Tinggikan ekstrimitas yang sakit
3) Instruksikan klien/bantu dalam latian rentang gerak pada ekstremitas yang sakit dan tak sakit
4) Beri penyangga pada ekstremitas yang sakit diatas dan dibawah fraktur ketika bergerak
5) Jelaskan pandangan dan keterbatasan dalam aktivitas
6) Berikan dorongan ada pasien untuk melakukan ADL dalam lingkup keterbatasan dan beri bantuan sesuai kebutuhan
7) Awasi tekanan darah, nadi dengan melakukan aktivitas
8) Ubah posisi secara periodik
9) Kolabirasi fisioterapi/okupasi terapi

2. Nyeri b.d spasme otot , pergeseran fragmen tulang
Tujuan ; nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan
Kriteria hasil:
1) Klien menyatakan nyei berkurang
2) Tampak rileks, mampu berpartisipasi dalam aktivitas/tidur/istirahat dengan tepat
3) Tekanan darah normal
4) Tidak ada peningkatan nadi dan RR


Intervensi:
1) Kaji ulang lokasi, intensitas dan tipe nyeri
2) Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring
3) Berikan lingkungan yang tenang dan berikan dorongan untuk melakukan aktivitas hiburan
4) Ganti posisi dengan bantuan bila ditoleransi
5) Jelaskan prosedur sebelum memulai
6) Lakukan dan awasi latihan rentang gerak pasif/aktif
7) Dorong menggunakan tehnik manajemen stress, contoh : relaksasi, latihan nafas dalam, imajinasi visualisasi, sentuhan
8) Observasi tanda-tanda vital
9) Kolaborasi : pemberian analgetik

3. Kerusakan integritas jaringan b.d fraktur terbuka , bedah perbaikan
Tujuan: kerusakan integritas jaringan dapat diatasi setelah tindakan perawatan
Kriteria hasil:
1) Penyembuhan luka sesuai waktu
2) Tidak ada laserasi, integritas kulit baik
Intervensi:
1) Kaji ulang integritas luka dan observasi terhadap tanda infeksi atau drainage
2) Monitor suhu tubuh
3) Lakukan perawatan kulit, dengan sering pada patah tulang yang menonjol
4) Lakukan alih posisi dengan sering, pertahankan kesejajaran tubuh
5) Pertahankan sprei tempat tidur tetap kering dan bebas kerutan
6) Masage kulit sekitar akhir gips dengan alcohol
7) Gunakan tempat tidur busa atau kasur udara sesuai indikasi
8) Kolaborasi pemberian antibiotik.

4. Risiko tinggi terhadap infeksi b/d tidak adekuatnya pertahanan primer; kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan pada lingkungan
Tujuan : tidak terjadi infeksi pada luka
Kriteria hasil:
1) Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu
2) Bebas drainase purulen, eritem dan demam
Intervensi:
1) Inspeksi kulit untuk adanya iritasi
2) Perhatikan keluhan klien terhadap keluhan peningkatan nyeri, rasa terbakar, eritema atau bau tak sedap
3) Observasi luka terhadap pembentukan bula, perubahan warna luka, bau drainase yang tidak sedap
4) Lakukan perawatan luka sesuai protocol dengan tehnik steril
5) Berikan therapy obat-obatan sesuai indikasi; anti biotic, TT dll.







DAFTAR PUSTAKA

Donges, M.E. (1993). Rencana asuhan keperawatan, edisi 3, Jakarta. EGC.

Price S. A. (1994), Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. jilid 2 . edisi 4. Jakarta. EGC

Smeltzer, S. C (1997). Buku ajar medikal bedah, brunner & suddart. edisi 8. vol 3. Jakarta. EGC

Tucker,S. M. (1993). Standar perawatan pasien, edisi v, vol 3. Jakarta. EGC

LP Penyakit Jantung Koroner

1.KONSEP MEDIS
A.DEFENISI
Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah keadaaan dimana terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan otot jantung atas oksigen dengan penyediaan yang di berikan oleh pembuluh darah koroner.
Ketidakmampuan pembuluh darah koroner untuk menyediakan kebutuhan oksigen biasanya diakibatkan oleh penyumbatan atheroma (plak).

B.ETIOLOGI
•Atheroma a. coronaria ( paling banyak )
•Stenosis muara a. coronaria ( syphilis )
•Polyarteritis nodosa
•Emboli a. coronaria
•Spasme a. coronaria
•Hipertensi pulmonal
•Hipertensi arterial
•AS, MS, PS
•Cardio miopati hipertropik

C.FACTOR RESIKO
a.FRK yang tidak dapat dicegah :
Umur, Gender : pria > wanita pre-menopause, Riwayat keluarga menderita serangan jantung dini
b.FRK yang dapat dicegah :
•Mayor : Dislipidemia, Merokok, Kegemukan, Hipertensi Diabetes mellitus
•Minor : Stress, Sedentary living, Hiperurikemia, Kelainan iskemi (EKG), Cuaca dingin, Tipe kepribadian A, Aktivitas fisik ¯, Pil konstrasepsi, Kopi, Alkohol, dll

D.PATOFISIOLOGI
Adanya thrombosis arteria koronaria yang menyebabkan terjadinya penyumbatan. Dalam 20 s/d 30 menit pasca oklusi arteri koronaria akan menyebabkan nekrosis jaringan jantung, ditunjang dengan terjadinya peningkatan tekanan intramural sehingga menyebabkan aliran darah yang masuk semakin terganggu. Umumnya terjadi di daerah regiio subendokardium. Setelah 3 s/d 6 jsm maka infark telah mencapai ukuran penuh.

E.MANIFESTASI KLINIK
o Nyeri dada susternum yang parah, terasa seperti menekan, menyebar ke leher, rahang, epigastrium, bahu / lengan kiri.
o Biasanya didahului dengan serangan angina pectoris
o Nadi cepat dan lemah
o Diaphoresis
o Kadang timbul sesak akibat gangguan kontraktilitas miokardium yang iskemik
o Pada MI massif yang mengenai 40% ventrikel kiri bisa timbul syok kardiogenik

F. KOMPLIKASI
 Aritmia jantung (75 – 95 %)
 Gagal ventrikel kiri disertai edma paru (60 %)
 Syok kardiogenik (10 %)
 Rupture dinding, septum / otot papilaris (4-8 %)
 Tromboembolus (15-49 %)
 Kematian mendadak (25 %)

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Gambaran EKG menunjukan perubahan gelombang Q, kelainan segmen ST, inverse gelombang T.
 Evaluasi laboratorium menunjukan peningkatan CK yang setelah 3-4 jam MI dan memuncak pada 24 jam dan kembali normal setelah 72 jam, peningkatan kadar Troponin sampai 4-7 hari.
 Foto Toraks à kalsifikasi koroner, gagal jantung
 Ekokardiografi
 Angiografi koroner

H. PENATALAKSANAAN
1. Tindakan Umum
 Istirahat total (bed rest)
 Sebaiknya di rawat di ICCU
 Oksigen
 Obat Penenang (tranquilizer dll)
 Morfin atau Petidin bila nyeri sekali
2. Farmakologis / Medikamentosa
a. Obat Anti Iskemia: Nitrat, Penyekat Beta, Antagonis Kalsium.
b. Obat Anti Agregasi Trombosit: Aspirin, Tiklopidin, Klopidogrel, Glikoprotein IIb/IIIa Inhibitor.
c. Obat Anti Trombus: Streptokinase, Heparin

3. Non-Farmakologis
 Perubahan gaya hidup (life-style)
 Berhenti merokok
 Penurunan BB
 Olahraga teratur
 Penyesuaian diet, dll

4. Revaskularisasi
 PTCA (Percutaneus Transluminal Coronary Angioplasty): Balon atau Stent
 CABG (Coronary Artery Bypass Graft)


2. ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
 Keluhan Utama yang meliputi Nyeri Dada, Sulit Bernapas, Pingsan,
 Dasar data pengkajian pasien:
a. Aktifitas: kelemahan, kelelahan, tidak bias tidur. Ditandai dengan takikardi, dispneu pada saat istirahat.
b. Sirkulasi: riwayat MI sebelumnya, masalah TD, DM diatandai dengan TD dapat normal/meingkat, irama jantung normal/meningkat, pucat terutama pada mukosa dan bibir, KRT tidak teratur
c. Integritas ego: takut mati, perasaan ajal sudah dekat, kuatir tentang keluarga, kerja, keuangan. Ditandai dengan cemas, kontak kurang, gelisah, focus pada diri sendiri,
d. Neurosensori: pusing, berdenyut selama tidur/saat bangun, ditandai dengan kelemahan dan perubahan mental.
e. Nyeri: nyeri dada yang timbul mendadak, tidak hilang dengan istirahat/nitrogliserin. Berlokasi pada dada anterior, substernal, prekordia, dapat menyebar ke tangan, rahang, wajah, leher, abdomen, punggung. Sifatnya menetap, tertekan. Ditandai dengan meringis, perubahan postur tubuh, menangis, merintih, meregang, perubahan frekwensi/irama jantung, TD, pernafasan, kelembaban, kesadaran.
f. Pernafasan: batuk dengan/tanpa sputum, riwayat merokok ditandai dengan peningkatan frekwensi nafas, pucat/sianosis.
g. Interaksi social: stress kerja/keluarga, kesulitan koping dengan stressor yang ada ditandai kesulitan istirahat dengan tenang, takut, menarik diri.
h. Penyuluhan: riwayat keluarga dengan IM, diabetes, hipertensi, Stroke, penggunaan tembakau
i. Pemeriksaan diagnostic: EKG menunjukan ST elevasi, CKMB memuncak pada 24 jam dan menurun setelah 72 jam, peningkatan kadar Troponin sampai 4-7 hari.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri (akut).
Dapat dihubungkan dengan: iskemik jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri koroner.
2. Intoleransi aktifitas
Dapat dihubungkan dengan: ketidakseimbangan suplai O2 miokard dengan kebutuhan
3. Ansietas
Dapat dihubungkan dengan: perubahan status kesehatan, ancaman kehilangan/kematian.
4. Risiko penurunan curah jantung
Dapat dihubungkan dengan: perubahan frekwensi, irama, konduksi elektrikal, penurunan preload, peningkatan tahanan vaskuler sistemik (TVS).


5. Risiko perubahan perfusi jaringan
Dapat dihubungkan dengan: penurunan aliran darah (vasokontriksi, tromboemboli)
6. Risiko hipervolume cairan
Dapat dihubungkan dengan: penurunan perfusi ginjal, peningkatan Natrium/retensi air.
7. Kurang pengetahuan tentang kondisi, kebutuhan pengobatan
Dapat dihubungkan dengan: kurang informasi tentang implikasi penyakit jantung dan status kesehatan akan dating, kebutuhan perubahan pola hidup.

C. RENCANA/INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Nyeri b/d…………………………….
a) Pantau karakteristik nyeri, catat laporan verbal/nonverbal, respon hemodinamik
 Variasi penampilan dan perilaku merupaka indicator peningkatan nyeri. Peningkatan pernafasan, nadi dan TD merupakan indicator nyeri meningkat.
b) Kaji ulang riwayat angina sebelumnya, menyerupai angina/nyeri IM. Diskusikan riwayat keluarga
 Pembanding dengan nyeri sekarang sesai dengan identifikasi penyebaran infark
c) Anjurkan pasien untuk melaporkan nyeri dengan segera
 Penundaan pelaporan menghambat peredaan nyeri sehingga dosis obat meningkat, kerusakan jaringan makin meningkat.
d) Ciptakan lingkungan yang tenang, aktifitas perlahan, tindakan nyaman
 Menurunkan rangsangan eksternal
e) Ajarkan dan bantu tehnik relaksasi seperti tehnik nafas dalam, distraksi dll
 Membantu dalam menurunkan persepsi/respon nyeri. Mengontrol situasi meningkatkan perilaku positif
f) Beri obat sesuai indikasi
 Kegunaan dan efek obat tergantung dari jenis obat yang diberikan.
2. Intoleransi aktifitas b/d…………………..
a) Tingkatkan istirahat baik di tempat tidur/kursi.
o Menurunkan kerja miokard/konsumsi oksigen dan menurunkan factor risiko komplikasi (perluasan MI)
b) Batasi pengunjung yang dating membesuk
o Periode kunjungan yang tenang bersifat teraupetik
c) Anjurkan pasien menghindari penekanan abdomen (mengedan)
o Aktifitas yang menyebabkan penahanan nafas dan menunduk (manuver valsava) mengakibtakan bradikardi, penurunan curah jantung,peningkatan TD dan takikardi.
d) Kaji ulang tanda yang menunjukan intoleran terhadap aktifitas
o Palpitasi, nadi ireguler, adanya nyeri dada, mengindikasikan kebutuhan perubahan program olah raga/obat.
e) Rujuk ke program rehabilitasi jantung
o Memberikan dukungan/pengawasan tambahan. Partisipasi proses penyembuhan.
3. Ansietas b/d…………………….
a) Identifikasi persepsi klien tentang ancaman/situasi. Dorong ekspresikan.
o Pasien dapat takut mati/cemas terhadap lingkungan, efek penyakit terhadap keluarga
b) Catat adanya kegelisahan (afek tidak tepat/menolak)
o Terdapat hubungan yang bermakna antara derajat /ekspresi marah, gelisah dengan peningkatan risiko MI.
c) Berikan informasi yang konsisten, ulangi sesuai indikasi
o Informasi yang tepat tentang situasi menurunkan ketakutan dan pengulangan informasi membantu penyimpanan informasi.
d) Berikan privasi untuk pasien dan orang terdekat
o Memungkinkan waktu untuk mengekspresikan perasaan, menghilangkan cemas dan perilaku adaptasi.
e) Berikan anticemas
o Meningkatkan relaksasi dan menurunkan rasa cemas.

Daftar Pustaka

Brunner & Suddarth, (2001), Buku ajar keperawatan medical bedah vol. 2, EGC. Jakarta

Doengoes, M. (2007). Rencana asuhan keperawatan; pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. EGC. Jakarta.

Robbins et al, (2007). Buku ajar patologi, Edisi 7. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta

Sudoyo et al, (2009). Buku ajar ilmu penyakit dalam, edisi V, jilid II. Interna Publisihing. Jakarta.

Wilkinson, J. M. (2006). Buku ajar diagnosis keperawatan; dengan intervensi NIC dan criteria hasil NOC. EGC. Jakarta.

Diagnosa Keperawatan 2010

DAFTAR diagnosa keperawatan NANDA 2010-2011 FOKUS Yang disusun menurut keperawatan Divisi Doengoes Dibuat diagnosa / Moorhouse:

2009-2011 KEPERAWATAN diagnosis Terorganisasi MENURUT FOKUS KEPERAWATAN
DENGAN DOENGES DIVISI Moorhouse / DIAGNOSTIK

* = Baru diagnosis
+ = Revisi diagnosis


Aktifitas / Istirahat-Kemampuan untuk terlibat dalam diperlukan / kegiatan yang diinginkan kehidupan (kerja dan waktu luang) dan untuk memperoleh tidur yang cukup / istirahat
Intoleransi Aktivitas
Intoleransi aktivitas, risiko
* Kegiatan Perencanaan, tidak efektif
Sindrom tidak digunakan, risiko
Diversional Kegiatan, kekurangan
Kelelahan
Insomnia
Gaya Hidup, menetap
Mobilitas, tempat tidur terganggu
Mobilitas, kursi roda terganggu
Tidur, kesiapan untuk meningkatkan
Kurang Tidur
+ Tidur Pola, terganggu
Transfer Kemampuan, gangguan
Berjalan, gangguan

Sirkulasi-Kemampuan untuk mengangkut oksigen dan nutrisi yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan seluler
Otonom dysreflexia
Otonom dysreflexia, risiko
* Pendarahan, risiko
Output jantung, penurunan
Intrakranial Kapasitas Adaptasi, menurun
* Perfusi, jaringan perifer tidak efektif
* Perfusi, risiko untuk jaringan jantung menurun
* Perfusi, risiko untuk jaringan serebral tidak efektif
* Perfusi, risiko untuk pencernaan tidak efektif
* Perfusi, risiko untuk ginjal tidak efektif
* Shock, risiko

INTEGRITAS EGO-Kemampuan untuk mengembangkan dan menggunakan keterampilan dan perilaku untuk mengintegrasikan dan mengelola pengalaman hidup
Kecemasan [tentukan tingkat]
Kecemasan, kematian
Perilaku, risiko kesehatan rawan
Body Image, terganggu
Konflik, putusan (sebutkan)
+ Mengatasi, defensif
Mengatasi, tidak efektif
Mengatasi, kesiapan untuk meningkatkan
Pengambilan Keputusan, kesiapan untuk meningkatkan
Penolakan, tidak efektif
Martabat, risiko untuk dikompromikan manusia
Distress, moral
Bidang energi, terganggu
Takut
Berduka
Berduka, rumit
Berduka, risiko rumit
Harapan, kesiapan untuk meningkatkan
Keadaan putus asa
+ Identitas, terganggu pribadi
Post-Trauma Syndrome
Post-Trauma Syndrome, risiko
Power, kesiapan untuk meningkatkan
Ketidakberdayaan
Ketidakberdayaan, risiko
Rape-Trauma Syndrome
[Rape-Trauma Syndrome: senyawa reaksi-pensiun 2009]
[Rape-Trauma Syndrome: reaksi diam-pensiun 2009]
* Hubungan, kesiapan untuk meningkatkan
Religiusitas, gangguan
Religiusitas, siap untuk meningkatkan
Religiusitas, risiko gangguan
Relokasi Stress Syndrome
Relokasi Stress Syndrome, risiko
* Ketahanan, gangguan individu
* Ketahanan, kesiapan untuk meningkatkan
* Ketahanan, risiko untuk dikompromikan
Konsep diri, kesiapan untuk meningkatkan
+ Self-Esteem, kronis rendah
Self-Esteem, rendah situasional
Self-Esteem, risiko rendah situasional
Sorrow, kronis
Distress Spiritual
Spiritual Distress, risiko
Spiritual Well-Being, kesiapan untuk meningkat

Eliminasi-Kemampuan untuk mengeluarkan produk-produk limbah
Inkontinensia usus
Sembelit
Sembelit, dirasakan
Sembelit, risiko
Diare
* Motilitas, disfungsional gastrointestinal
* Motilitas, risiko untuk pencernaan disfungsional
Penghapusan urin, gangguan
Penghapusan urin, kesiapan untuk meningkatkan
Inkontinensia urin, fungsional
Inkontinensia urin, overflow
Inkontinensia urin, refleks
Inkontinensia urin, risiko untuk mendorong
Inkontinensia urin, stres
[Kemih Inkontinensia, pensiunan total 2009]
Inkontinensia urin, mendesak
Retensi urin [akut / kronis]

MAKANAN / Cairan -Kemampuan untuk menjaga dan memanfaatkan asupan nutrisi dan cairan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis
Menyusui, efektif
Menyusui, tidak efektif
Menyusui, menyela
Gigi, gangguan
* Ketidakseimbangan elektrolit, risiko
Kegagalan untuk berkembang, dewasa
Pola makan, bayi tidak efektif
Saldo cairan, kesiapan untuk meningkatkan
[Fluida Volume, kekurangan hiper / hipotonik]
Volume cairan, [isotonik] kekurangan
Volume cairan, kelebihan
Volume cairan, risiko kekurangan
+ Fluida Volume, risiko untuk seimbang
Glukosa, risiko untuk darah tidak stabil
+ Hati Fungsi, risiko gangguan
Mual
Nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, ketidakseimbangan
Gizi: lebih dari kebutuhan tubuh, ketidakseimbangan
Nutrisi: risiko untuk lebih dari kebutuhan tubuh, ketidakseimbangan
Nutrisi, kesiapan untuk meningkatkan
Membran mukosa oral, gangguan
Menelan, gangguan

HIGIENE-Kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari
Self-Care, kesiapan untuk meningkatkan
Self-Care Defisit, mandi
Self-Care Defisit, dressing
Self-Care Defisit, makan
Self-Care Defisit, toileting
* Abaikan, diri

Neurosensorik-Kemampuan untuk memahami, mengintegrasikan, dan merespon isyarat internal dan eksternal
Kebingungan, akut
Kebingungan, risiko akut
Kebingungan, kronis
Perilaku Bayi, berantakan
Perilaku Bayi, kesiapan untuk meningkatkan terorganisir
Perilaku Bayi, risiko untuk tidak teratur
Memori, gangguan
Abaikan, sepihak
Peripheral neurovaskular Disfungsi, risiko
Sensory Persepsi, terganggu (sebutkan: visual, auditori, kinestetik, gustatory, sentuhan, penciuman)
Stress Overload
[Pemikiran Proses, pensiunan terganggu-2009]

NYERI / ketidaknyamanan-Kemampuan untuk pengendalian internal / lingkungan eksternal untuk menjaga kenyamanan
* Comfort, gangguan
Comfort, kesiapan untuk meningkatkan
Nyeri, akut
Sakit, kronis

PERNAFASAN-Kemampuan untuk menyediakan dan menggunakan oksigen untuk memenuhi kebutuhan fisiologis
Airway Clearance, tidak efektif
Aspirasi, risiko
Pola pernapasan, tidak efektif
Gas Pertukaran, gangguan
Ventilasi, gangguan spontan
Ventilasi Menyapih Respon, disfungsional

KESELAMATAN-Kemampuan untuk menyediakan yang aman, lingkungan mendorong pertumbuhan
Respon alergi, lateks
Respon alergi, risiko untuk lateks
Suhu tubuh, risiko untuk seimbang
Kontaminasi
Kontaminasi, risiko
Sindrom Kematian, risiko untuk bayi mendadak
Interpretasi lingkungan Sindrom, gangguan
Falls, risiko
Pemeliharaan Kesehatan, tidak efektif
Home Pemeliharaan, gangguan
Hipertermia
Hipotermia
Status Imunisasi, kesiapan untuk meningkatkan
Infeksi, resiko
Cedera, risiko
Cedera, risiko untuk penentuan posisi perioperatif
* Penyakit kuning, neonatus
* Ibu / janin angka dua, risiko untuk terganggu
Mobilitas, gangguan fisik
Keracunan, risiko
Perlindungan, tidak efektif
Self-Mutilation
Self-Mutilation, risiko
Integritas kulit, gangguan
Integritas kulit, risiko gangguan
Mati lemas, risiko
Bunuh diri, risiko
Bedah Pemulihan, tertunda
Termoregulasi, tidak efektif
Tissue Integritas, gangguan
Trauma, risiko
* Trauma, risiko vaskular
Kekerasan, [sebenarnya /] risiko lainnya yang diarahkan
Kekerasan, [sebenarnya /] risiko untuk mandiri
Berkelana [menentukan sporadis atau terus-menerus]

SEKSUALITAS-[Komponen Ego Integritas dan Interaksi Sosial] Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan / karakteristik pria / peran perempuan
* Proses Melahirkan anak, kesiapan untuk meningkatkan
Disfungsi Seksual
Seksualitas Pola, tidak efektif

INTERAKSI SOSIAL-Kemampuan untuk membangun dan memelihara hubungan
Lampiran, risiko gangguan
Peran pengasuh Strain
Peran pengasuh Strain, risiko
Komunikasi, gangguan verbal
Komunikasi, kesiapan untuk meningkatkan
Konflik, peran orang tua
Mengatasi, masyarakat tidak efektif
Mengatasi, kesiapan bagi masyarakat ditingkatkan
Mengatasi, dikompromikan keluarga
Mengatasi, keluarga dinonaktifkan
Mengatasi, kesiapan untuk keluarga ditingkatkan
Proses keluarga, disfungsional
Proses keluarga, terganggu
Proses keluarga, kesiapan untuk meningkatkan
Kesepian, risiko
Parenting, gangguan
Parenting, kesiapan untuk meningkatkan
Parenting, risiko gangguan
Peran Kinerja, tidak efektif
Interaksi Sosial, gangguan
Isolasi Sosial

MENGAJAR / BELAJAR-Kemampuan untuk menggabungkan dan menggunakan informasi untuk mencapai gaya hidup sehat / kesehatan yang optimal
Pembangunan, risiko untuk tertunda
Pertumbuhan, risiko untuk tidak proporsional
Pertumbuhan dan Pembangunan, tertunda
+ Kesehatan Perilaku, risiko rawan
+ Kesehatan Manajemen, tidak efektif diri
Pengetahuan, kekurangan (sebutkan)
Pengetahuan (sebutkan), kesiapan untuk meningkatkan
Ketidakpatuhan [Kepatuhan, tidak efektif] [sebutkan]
[Terapi Manajemen rejimen, efektif-pensiun 2009]
Manajemen rejimen terapeutik, tidak efektif
[Terapi Manajemen rejimen, tidak efektif komunitas-pensiun 2009]
Manajemen rejimen terapeutik, keluarga tidak efektif
Manajemen rejimen terapeutik, kesiapan untuk meningkatkan

* = Baru diagnosis
+ = Revisi diagnosis

Sumber: keperawatan.net

Kamis, 23 September 2010

Baro Trauma

Barotrauma Pada dasarnya manusia merupakan suatu makhluk daratan, yang sudah menyesuaikan diri dengan kehidupan di daratan. Maka situasi kehidupan diudara (suatu penerbangan) tentu merupakan hal yang asing/aneh, sehingga akan mengakibatkan stress bagi yang bersangkutan. Disamping itu suatu penerbangan mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan keadaan di sekitar tubuh antara lain perubahan tekanan udara yang dapat mengakibatkan gangguan pada tubuh manusia.(1)
Dalam suatu penerbangan seseorang akan mengalami perubahan ketinggian yang mengakibatkan terjadinya perubahan tekanan udara disekitarnya. Tekanan udara tersebut akan menurun pada saat naik/ascend, dan akan meninggi bila descend.(1,2,3)
Barotrauma dapat menyebabkan berbagai manifestasi mulai dari nyeri telinga, sakit kepala sampai nyeri persendian, paralisis, koma dan kematian. Tiga manifestasi yang paling sering dari barotrauma termasuk kerusakan pada sinus paranasalis, paru-paru, telinga tengah, penyakit dekompresi, luka akibat ledakan (bom) dan terbentuknya emboli udara dalam arteri. Barotrauma juga bisa diinduksi oleh pemasangan ventilator mekanik.(2,3)
Barotrauma dapat berpengaruh pada beberapa area tubuh yang berbeda, termasuk telinga, muka (sinus paranasalis), dan paru-paru. (4)

BarotraumaDEFENISI
Barotrauma adalah kerusakan jaringan dan sekuelenya yang terjadi akibat perbedaan antara tekanan udara (tekan barometrik) di dalam rongga udara fisiologis dalam tubuh dengan tekanan di sekitarnya. Barotrauma paling sering terjadi pada penerbangan dan penyelaman dengan scuba.(4,5)
INSIDEN
Barotrauma dapat terjadi misalkan pada telinga tengah dapat terjadi saat menyelam ataupun saat terbang. Perubahan tekanan pada kedalaman 17 kaki pertama di bawah air setara dengan perubahan tekanan pada ketinggian 18.000 kaki pertama di atas bumi. Dengan demikian, perubahan tekanan lingkungan terjadi lebih cepat pada saat menyelam dibandingkan dengan saat terbang. Hal ini dapat menjelaskan relative tingginya insiden barotrauma pada telinga tengah saat menyelam. Barotrauma telinga tengah dapat terjadi pada penyelaman kompresi udara yaitu dengan menggunakan SCUBA (self contained Underwater Breathing Apparatus) atau penyelaman dengan menahan napas. Seringkali terjadi pada kedalaman 10-20 kaki. Sekalipun insidens relative lebih tinggi pada saat menyelam, masih lebih banyak orang yang bepergian dengan pesawat dibandingkan orang menyelam. Pesawat komersial telah diberi tekanan udara namun hanya sampai 8000 kaki. Maka barotrauma masih mungkin terjadi, namun insidensnya tidak setinggi yang diakibatkan menyelam. Hal ini disebabkan karena pada saat menyelam, untuk mengatasi tekanan yang meningkat, harus dilakukan usaha untuk menyeimbangkan tekanan misalnya melalui Manuver valsalva, sedangkan pada saat naik pesawat komersial, tekanan yang menurun biasanya dapat diseimbangkan secara pasif. (5)
ETIOLOGI
Barotrauma paling sering terjadi pada perubahan tekanan yang besar seperti pada penerbangan, penyelaman misalkan pada penyakit dekompresi yang dapat menyebabkan kelainan pada telinga, paru-paru, sinus paranasalis serta emboli udara pada arteri yang dimana diakibatkan oleh perubahan tekanan yang secara tiba-tiba, misalkan pada telinga tengah sewaktu dipesawat yang menyebabkan tuba eustakius gagal untuk membuka. Tuba eustakius adalah penghubung antara telinga tengah dan bagian belakang dari hidung dan bagian atas tenggorokan. Untuk memelihara tekanan yang sama pada kedua sisi dari gendang telinga yang intak, diperlukan fungsi tuba yang normal. Jika tuba eustakius tersumbat, tekanan udara di dalam telinga tengah berbeda dari tekanan di luar gendang telinga, menyebabkan barotrauma. (6,7,8,10)
PATOFISIOLOGI
Bumi diselubungi oleh udara yang disebut Atmosfer Bumi. atmosfer itu terbentang mulai dari permukaan Bumi sampai keketinggian 3000 km.(1)
Udara tersebut mempunyai massa, dan berat lapisan udara ini akan menimbulkan suatu tekanan yang disebut tekanan udara. Makin tinggi lokasi semakin renggang udaranya, berarti semakin kecil tekanan udaranya. Sehingga pinggiran Atmosfer Bumi tersebut akan berakhir dengan suatu keadaan hampa udara. Lihat Tabel 1. Ukuran tekanan gas : mm Hg, mm H2O , Atmosfir (Atm) , PSI (Pound per Square Inch), Torr , Barr etc.(1,11)

Trauma akibat perubahan tekanan, secara umum dijelaskan melalui Hukum Boyle. Hukum boyle menyatakan bahwa volume gas berbanding terbalik dengan tekanan atau P1xV1 = P2xV2.(2,5)
Ada bagian-bagian tubuh yang berbentuk seperti rongga, misalnya : cavum tympani, sinus paranasalis, gigi yang rusak, traktus digestivus dan traktus respiratorius. Pada penerbangan, sesuai dengan Hukum Boyle yang mengatakan bahwa volume gas berbanding terbalik dengan tekanannya, maka pada saat tekanan udara di sekitar tubuh menurun/meninggi, terjadi perbedaan tekanan udara antara di rongga tubuh dengan di luar, sehingga terjadi penekanan/penghisapan terhadap mukosa dinding rongga dengan segala akibatnya.(1)
Berdasarkan Hukum Boyle diatas dapat dijelaskan bahwa suatu penurunan atau peningkatan pada tekanan lingkungan akan memperbesar atau menekan (secara berurutan) suatu volume gas dalam ruang tertutup. Bila gas terdapat dalam struktur yang lentur, maka struktur tersebut dapat rusak karena ekspansi ataupun kompresi. Barotrauma dapat terjadi bilamana ruang-ruang berisi gas dalam tubuh (telinga tengah, paru-paru) menjadi ruang tertutup dengan menjadi buntunya jaras-jaras ventilasi normal.(1)
Untuk Barotrauma yang terjadi pada tubuh, 5 kondisi di bawah ini harus ditemukan :
1. Harus ada udara
2. Tempatnya harus dipisahkan oleh dinding yang keras
3. Tempatnya harus tertutup
4. Tempatnya harus memiliki pembuluh darah
5. Terjadi perubahan tekanan dari lingkungan sekitar
KELAINAN PADA TELINGA
Tuba eustakius secara normal selalu tertutup namun dapat terbuka pada gerakan menelan, mengunyah, menguap, dan dengan manuver Valsava. Pilek, rinitis alergika serta berbagai variasi anatomis individual, semuanya merupakan predisposisi terhadap disfungsi tuba eustakius. (2)
Barotrauma, dengan ruptur membran timpani (MT), dapat terjadi setelah suatu penerbangan pesawat atau setelah berenang atau menyelam. Mekanisme bagaimana ini dapat terjadi, dijelaskan dibawah ini.(12)
Saluran telinga luar, telinga tengah, telinga dalam dapat dianggap sebagai 3 kompartemen tersendiri, ketiganya dipisahkan satu dengan yang lain oleh membran timpani dan membran tingkap bundar dan tingkap oval.

Telinga tengah merupakan suatu rongga tulang dengan hanya satu penghubung ke dunia luar, yaitu melalui tuba Eustachii. Tuba ini biasanya selalu tertutup dan hanya akan membuka pada waktu menelan, menguap, Valsava maneuver. Valsava maneuver dilakukan dengan menutup mulut dan hidung, lalu meniup dengan kuat. Dengan demikian tekanan di dalam pharynx akan meningkat sehingga muara dapat terbuka.(1)
Dari skema diatas ini dapat dilihat bahwa ujung tuba di bagian telinga tengah akan selalu terbuka, karena terdiri dari massa yang keras/tulang. Sebaliknya ujung tuba di bagian pharynx akan selalu tertutup karena terdiri dari jaringan lunak, yaitu mukosa pharynx yang sewaktu-waktu akan terbuka di saat menelan. Perbedaan anatomi antara kedua ujung tuba ini mengakibatkan udara lebih mudah mengalir keluar daripada masuk kedalam cavum tympani. Hal inilah yang menyebabkan kejadian barotitis lebih banyak dialami pada saat menurun dari pada saat naik tergantung pada besamya perbedaan tekanan, maka dapat terjadi hanya rasa sakit (karena teregangnya membrana tympani) atau sampai pecahnya membrana tympani.(1)
Barotrauma descent dan ascent dapat terjadi pada penyelaman. Imbalans tekanan terjadi apabila penyelam tidak mampu menyamakan tekanan udara di dalam rongga tubuh pada waktu tekanan air bertambah atau berkurang(12)
Barotrauma telinga adalah yang paling sering ditemukan pada penyelam. dibagi menjadi 3 jenis yaitu barotrauma telinga luar, tengah dan dalam , tergantung dari bagian telinga yang terkena. Barotrauma telinga ini bisa terjadi secara bersamaan dan juga dapat berdiri sendiri.(12)
Barotrauma telinga luar berhubungan dengan dunia luar, maka pada waktu menyelam, air akan masuk ke dalam meatus akustikus eksternus. Bila meatus akustikus eksternus tertutup, maka terdapat udara yang terjebak. Pada waktu tekanan bertambah, mengecilnya volume udara tidak mungkin dikompensasi dengan kolapsnya rongga (kanalis akustikus eksternus), hal ini berakibat terjadinya decongesti, perdarahan dan tertariknya membrana timpani ke lateral. Peristiwa ini mulai terjadi bila terdapat perbedaan tekanan air dan tekanan udara dalam rongga kanalis akustikus eksternus sebesar ± 150 mmHg atau lebih, yaitu sedalam 1,5 – 2 meter.(12)
Barotrauma telinga tengah akibat adanya penyempitan, inflamasi atau udema pada mukosa tuba mempengaruhi kepatenannya dan merupakan penyulit untuk menyeimbangkan tekanan telinga tengah terhadap tekanan ambient yang terjadi padasaat ascent maupun descent, baik penyelaman maupun penerbangan. Terjadinya barotrauma tergantung pada kecepatan penurunan atau kecepatan peningkatan tekanan ambient yang jauh berbeda dengan kecepatan peningkatan tekanan telinga tengah.(12)
Barotrauma telinga dalam biasanya adalah komplikasi dari barotrauma telinga tengah pada waktu menyelam, disebabkan karena malakukan maneuver valsava yang dipaksakan. Bila terjadi perubahan dalam kavum timpani akibat barotrauma maka membran timpani akan mengalami edema dan akan menekan stapes yang terletak pada foramen ovale dan membran pada foramen rotunda, yang mengakibatkan peningkatan tekanan di telinga dalam yang akan merangsang labirin vestibuler sehingga terjadi deviasi langkah pada pemeriksaan “Stepping Test”. Dapat disimpulkan , gangguan pada telinga tengah dapat berpengaruh pada labirin vestibuler dan menampakkan ketidakseimbangan laten pada tonus otot melalui refleks vestibulospinal. (12)
Seperti yang dijelaskan di atas, tekanan yang meningkat perlu diatasi untuk menyeimbangkan tekanan, sedangkan tekanan yang menurun biasanya dapat diseimbangkan secara pasif. Dengan menurunnya tekanan lingkungan, udara dalam telinga tengah akan mengembang dan secara pasif akan keluar melalui tuba eustakius. Dengan meningkatnya tekanan lingkungan, udara dalam telinga tengah dan dalam tuba eustakius menjadi tertekan. Hal ini cenderung menyebabkan penciutan tuba eustakius. Jika perbedaan tekanan antara rongga telinga tengah dan lingkungan sekitar menjadi terlalu besar (sekitar 90 sampai 100mmhg), maka bagian kartilaginosa diri tuba eustakius akan semakin menciut. Jika tidak ditambahkan udara melalui tuba eustakius untuk memulihkan volume telinga tengah, maka struktur-struktur dalam telinga tengah dan jaringan didekatnya akan rusak dengan makin bertambahnya perbedaan. Terjadi rangkaian kerusakan yang dapat dipekirakan dengan berlanjutnya keaadan vakum relatif dalam rongga telinga tengah. Mula-mula membrana timpani tertarik kedalam. Retraksi menyebabkan membrana dan pecahnya pembuluh-pembuluh darah kecil sehingga tampak gambaran injeksi dan bula hemoragik pada gambaran injeksi dan bula hemoragik pada gendang telinga tengah juga mukosa telinga tengah juga akan berdilatasi dan pecah, menimbulkan hemotapimum. Kadang-kadang tekanan dapat menyebabkan ruptur membrana timpani.(4,5,10)

Gejala-gejala klinik barotrauma telinga:(11)
1. Gejala descent barotrauma:
- Nyeri (bervariasi) pada telinga yang terpapar.
- Kadang ada bercak darah dihidung atau nasofaring.
- Rasa tersumbat dalam telinga/tuli konduktif.
2. Gejala ascent barotrauma:
- Rasa tertekan atau nyeri dalam telinga.
- Vertigo.
- Tinnitus/tuli ringan.
- Barotrauma telinga dalam sebagai komplikasi.
Grading klinis kerusakan membrane timpani akibat barotrauma adalah(11,13)
- Grade 0 : bergejala tanpa tanda-tanda kelainan.
- Grade 1 : injeksi membrane timpani.
- Grade 2 : injeksi, perdarahan ringan pada membrane timpani.
- Grade 3 : perdarahan berat membrane timpani.
- Grade 4 : perdarahan pada telinga tengah (membrane timpani menonjol dan agak kebiruan.
- Grade5 : perdarahan pada meatus eksternus + rupture membrane timpani.

Anamnesis yang teliti sangat membantu penegakan diagnosis. Jika dari anamnesis ada riwayat nyeri telinga atau pusing, yang terjadi setelah penerbangan atau suatu penyelaman, adanya barotruma seharusnya dicurigai. Diagnosis dapat dikomfirmasi melalui pemeriksaan telinga, dan juga tes pendengaran dan keseimbangan.(4)
Diagnosis dipastikan dengan otoskop. Gendang telinga tampak sedikit menonjol keluar atau mengalami retraksi. Pada kondisi yang berat, bisa terdapat darah di belakang gendang telinga. Kadang-kadang membran timpani akan mengalami perforasi. Dapat disertai gangguan perdengaran konduktif ringan.(5,6,7)
Perlu ditekankan bahwa tinnitus yang menetap, vertigo dan tuli sensorineural adalah gejala-gejala kerusakan telinga dalam. Barotrauma telinga tengah tidak jarang menimbulkan kerusakan telinga dalam. Kerusakan telinga dalam Merupakan masalah yang serius dan mungkin memerlukan pembedaham untuk mencegah kehilangan pendengaran yang menetap. Semua orang yang mengeluh kehilangan pendengaran dengan barotrauma harus menjalani uji pendengaran dengan rangkaian penala untuk memastikan bahwa gangguan pendengaran bersifat konduktif dan bukannya sesorineural.(5,10)
PENCEGAHAN
Usaha preventif terhadap barotrauma dapat dilakukan dengan selalu mengunyah permen karet atau melakukan perasat valsalva, terutama sewaktu pesawat terbang mulai turun untuk mendarat. Khusus pada bayi disarankan agar menunda penerbangan bila disertai pilek. Bila memungkinkan maka bayi, sesaat sebelum mendarat harus tetap disusui atau menghisap air botol, agar tuba eustakius tetap terbuka.(9,14)
Nasal dekongestan atau antihistamin bisa digunakan sebelum terpapar perubahan tekanan yang besar. Usahakan untuk menghidari perubahan tekanan yang besar selama mengalami infeksi saluran pernapasan bagian atas atau serangan alergi.(6,7)
PENATALAKSANAAN
Untuk mengurangi nyeri telinga atau rasa tidak enak pada telinga, pertama-tama yang perlu dilakukan adalah berusaha untuk membuka tuba eustakius dan mengurangi tekanan dengan mengunyah permen karet, atau menguap, atau menghirup udara, kemudian menghembuskan secara perlahan-lahan sambil menutup lubang hidung dengan tangan dan menutup mulut. (2)
Selama pasien tidak menderita infeksi traktus respiratorius atas, membrane nasalis dapat mengkerut dengan semprotan nosinefrin dan dapat diusahakan menginflasi tuba eustakius dengan perasat Politzer, khususnya dilakukan pada anak-anak berusia 3-4 tahun. Kemudian diberikan dekongestan, antihistamin atau kombinasi keduanya selama 1-2 minggu atau sampai gejala hilang, antibiotic tidak diindikasikan kecuali bila terjadi perforasi di dalam air yang kotor. Perasat Politzer terdiri dari tindakan menelan air dengan bibir tertutup sementara ditiupkan udara ke dalam salah satu nares dengan kantong Politzer atau apparatus senturi; nares yang lain ditutup. Kemudian anak dikejutkan dengan meletuskan balon ditelinganya, bila tuba eustakius berhasil diinflasi, sejumlah cairan akan terevakuasi dari telinga tengah dan sering terdapat gelembung-gelembung udara pada cairan. (2,5)
Untuk barotrauma telinga dalam, penanganannya dengan perawatan di rumah sakit dan istirahat dengan elevasi kepala 30-400. Kerusakan telinga dalam merupakan masalah yang serius yang memungkinkan adanya pembedahan untuk mencegah kehilangan pendengaran yang menetap. Suatu insisi dibuat didalam gendang telinga untu menyamakan tekanan dan untuk mengeluarkan caioran (myringitomy) dan bila perlu memasang pipa ventilasi. Walaupan demikian pembedahan biasanya jarang dilakukan. Kadang-kadang, suatu pipa ditempatkan di dalam gendang telinga, jika seringkali perubahan tekanan tidak dapat dihindari, atau jika seseorang rentan terhap barotrauma. (4,5,6,9)
KELAINAN PADA SINUS PARANASALIS
Rongga tubuh yang lain yang sering mendapat gangguan akibat adanya perbedaan tekanan antara di dalam rongga dan sekitar tubuh adalah sinus paranasalis. Dinding sinus ini dilapisi mukosa dan muaranya pada cavum nasi. Ada 4 buah sinus pada tubuh kita, tapi yang sering terganggu adalah 2 buah, yaitu sinus maxilaris dan sinus frontalis, sedang yang 2 buah lagi, yaitu sinus ethmoidalis dan sinus sphenoidalis jarang terganggu. Kelainan di sinus-sinus ini disebut : Barosinusitis. Prosentase kejadiannya kira-kira 1,17 -- 1,5%. (1)
Sinus adalah kantung udara di tulang atau sekeliling hidung. Sinus barotrauma terjadi ketika terjadi perbedaan tekanan antara udara di dalam sinus dengan tekanan di luar. Penderita dapat merasakan nyeri di sekitar tulang pipi atau di bagian atas mata, kadang juga dapat terjadi infeksi sinus, perdarahan dari hidung, dan sakit kepala. (15)
Patofisiologi
Sinus paranasalis bermuara di rongga hidung. Lubang muara tersebut relatif sempit. Dinding rongga sinus ini dilapisi oleh mukosa dan selalu dalam keadaan basah, maka di dalam rongga sinus itu selalu ada uap air yang jenuh. Karena cara terjadinya serangan pada semua sinus adalah sama saja, maka akan diterangkan salah satunya saja, yaitu pada sinus maxilaris. Sekarang mari kita lihat apa yang terjadi pada saat pesawat naik. Sewaktu di permukaan laut, tekanan udara di sinus maxilaris sama dengan di rongga hidung/di udara luar sekitar tubuh, yaitu 760 mmHg. Bila kemudian orang ini kita bawa ke ketinggian tertentu, misalnya 5,5 km, dimana tekanan udara kira-kira 1/2 Atm, maka akan terjadi perbedaan tekanan di dalam rongga sinus dan di rongga hidung. Bila kecepatan naiknya secara perlahan-lahan, perbedaan tekanan tersebut akan dapat diatasi dengan adanya aliran udara dari rongga sinus ke rongga hidung. Tetapi bila kecepatan naik dari pesawat demikian besar, maka mengingat sempitnya lubang muara sinus itu, aliran udara yang terjadi tidak akan dapat mencapai keseimbangan tekanan, berarti tekanan di dalam rongga sinus lebih tinggi daripada di rongga hidung, dengan akibat terjadinya penekanan terhadap mukosa sinus. Inilah yang mengakibatkan timbulnya rasa sakit dan inflamasi, yang disebut Barosinusitis. Hal yang sebaliknya akan terjadi pada waktu pesawat menurun.(1)
Dari penjelasan diatas ternyata bahwa besarnya lubang muara sinus turut menentukan proses terjadinya barosinusitis.Semakin kecil muara sinus itu, makin besar kemungkinan terjadinya barosinusitis. Jadi pada seseorang yang menderita sakit di saluran pernafasan bagian atas, pembengkakan/penebalan mukosa mengakibatkan penyempitan muara sinus, sehingga akan mengalami kesulitan dalam mencapai keseimbangan tekanan. Mengenai prosentase kejadian sewaktu naik/turun, Adler berpendapat bahwa prosentase waktu turun lebih besar dari pada waktu naik. Sebenarnya hal ini tergantung pada bentuk mukosa di muara sinus tersebut. Pada orang normal muara ini terbuka rata. Sedang pada beberapa orang mukosa di muara sinus itu berbentuk seperti bibir, maka hal ini akan mengakibatkan aliran udara cenderung untuk lebih mudah keluar daripada memasuki rongga sinus. Dalam kondisi seperti ini prosentase barosinustitis akan lebih besar pada waktu pesawat menurun daripada waktu naik. (1)

Salah satu komplikasi dari barotrauma adalah kolaps paru. Komplikasi yang lain adalah penyakit dekompresi yang terjadi karena kadar nitrogen terdapat dalam aliran darah yang bertekanan tinggi. Gelembung udara yang terbentuk pada saat turun ke kedalaman dari permukaan air pada saat menyelam disebut emboli udara. Emboli udara bisa terdapat di beberapa organ tubuh. Akan berbahaya ketika emboli udara menghentikan aliran darah ke organ, khususnya hati, paru & otak.(17)
Barotrauma yang berefek pada paru adalah trauma pada paru selama naik ke permukaan air dari kedalaman. Pada saat naik ke permukaan air, tekanan atmosfer turun dan volume di paru meningkat. Ketika udara di buang dengan pernapasan normal, maka tekanan akan normal sehingga tidak terjadi kerusakan. Beberapa kondisi, udara dapat tertampung di alveoli walaupun dilakukan pernapasan normal. Bila tumpukan udara dalam alveoli tidak dapat di buang dengan pernapasan normal maka alveoli dapat pecah ketika naik ke permukaan air. Bila alveoli pecah, udara dapat keluar ke cavitas pleura. Bila alveoli pecah maka volume air yang masuk akan bertambah. Bernapas secara teratur dapat mengurangi tekanan di cavitas pleura. Beberapa saat kemudian udara dapat menembus jaringan menyebabkan emphysema subcutaneous (terlihat gelembung udara di bawah kulit) atau emphysema mediastinal (udara tertimbun di jaringan & rongga dada). Keadaan yang lebih buruk, udara dapat menembus peredaran darah sehingga menyebabkan arteri ruptur & alveoli pecah. Bila gelembung gas menembus system peredaran darah dapat mengurangi suplai darah ke organ seperti ginjal, otak, hati, usus halus. Pecahnya alveoli dapat terjadi bila volume dan tekanan udara ke pleura besar sehingga jantung tidak dapat memompa darah ke tubuh dan paru. (12)
Penyakit dekompresi adalah penyakit yang disebabkan oleh pelepasan dan pengembangan gelembung-gelembung gas dari fase larut dalam darah atau jaringan akibat penurunan cepat tekanan disekitarnya, sehingga menyebabkan kerusakan pada jaringan tubuh.(17)
Setelah Siebe (inggris, 1837) menciptakan standar diving dress untuk penyelaman dalam, timbul kesulitan baru, yaitu munculnya penyakit aneh yang disebut sebagai penyakit dekompresi, dari gejala-gejala yang ringan berupa nyeri otot, sendi dan tulang, sampai gejala yang sangat berat, berupa kelumpuhan anggota gerak bahkan kematian. Paul Bert (perancis, 1878) adalah orang pertama yang menemukan penyebab PD. Ia mendemostrasikan pada binatang bahwa nitrogen (N2) yang larut akan menjadi gas pada waktu dekompresi dan pembentukan gelembung inilah penyebab PD. Selanjutnya ia menganjurkan mengurangi tekanan secara perlahan-lahan apabila pekerja caisson atau penyelam naik kepermukaan. Bahkan penderita caisson sembuh kembali apabila masuk lagi kedalam caisson dan kemudian menurunkan tekanan udara secara perlahan-lahan. (17)
Penyakit dekompresi diklasifikasikan dalam tipe 1 & tipe 2 atas dasar beratnya penyakit dan respon terhadap terapi. Tipe 1 ini termasuk nyeri musculoskeletal, manifestasi kulit dan limfatik, dan beberapa gejala nonspesifik seperti malaise, anoreksia, dan rasa lelah. Tipe 1 ini tidak memerlukan terapi atau rekompresi singkat. Tipe 2 ini termasuk defek system saraf pusat (SSP), gangguan kardiorespiratorik, dan neuropati perifer. Kasus-kasus ini lebih berat dab perlu penanganan segera. (17)
Bila seorang menggunakan udara bertekanan tinggi sebagai media pernapasan untuk menyelam, maka semakin dalam dan semakin lama ia menyelam, maka semakin banyak gas yang larut dan tetimbun dalam jaringan tubuh sesuai hokum Henry, volume gas yang larut dalam suatu cairan sebanding dengan tekanan gas diatas cairan itu. Karena oksigen (02) dikonsumsi didalam tubuh, maka yang tinggal adalah nitrogen (N2) yang merupakan gas lembam (inert, tidak aktif). Seperti kita ketahui tekanan udara dipermukaan laut adalah 1 atm absolute (ATA) dan setiap kedalaman 10 meter tekanan akan bertambah 1 ATA. Jadi bila 1 liter N2 terlarut didalam tubuh seorang penyelam pada permukaan, maka pada kedalaman 20 meter (3 ATA) ia menyerap 3 liter N2. N2 yang berlebihan ini oleh darah didistribusikan ke jaringan-jaringan sesuai dengan kecepatan aliran darah ke jaringan tersebut serta daya gabung jaringan terhadap N2. (17)
Barotrauma paru-paru yang dapat terjadi pada waktu penyelam naik, khususnya bila ini cepat, dan penyelam menehan napas sehingga paru-paru menjadi ruang tertutup. Menurunnya tekanan misalnya dari 4 ATA ke 1 ATA menyebabkan eskpansi berlebihan paru-paru sesuai hokum Boyle, sehingga jaringan paru-paru dapat robek dan udara berupa gelembung kecil masuk di dalam pembuluh darah yang juga robek. Dengan demikian terjadi emboli gas arterial (EGA) yang dapat menyebabkan komplikasi neurologik berupa infark otak yang patologinya tidak berbeda dengan emboli jenis lain dengan gejala yang timbul cepat, berbeda dengan PD yang berlangsung progresif lambat. Namun kedua kendala dekompresi ini, EGA dan PD, dapat terjadi bersamaan. Untuk terjadinya barotrauma paru-paru tidak ada ambang kedalaman atau lama penyelaman yang bermakna; hanya satu tarikan napas gas pada tekanan sedangkal 2 meter air laut sudah cukup. (17)
Emboli udara : yaitu kondisi yang disebabkan masuknya udara dari paru ke cavitas dada & menekan paru sehingga terjadi kolaps paru. Gejalanya sangat bercvariasi, tergantung kepada jumlah udara yang masuk kedalam ronga pleura dan luasnya paru-paru yang mengalami kolaps.
Gejalanya bisa berupa:
- Nyeri dada tajam yang timbul secara tiba-tiba, dan semakin nyeri jika penderita menarik nafas dalam atau terbatuk
- Sesak nafas
- Dada terasa sempit
- Mudah lelah
- Denyut jantung yang cepat
- Warna kulit menjadi kebiruan akibat kekurangan oksigen..
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
- Hidung tampak kemerahan
- Cemas, stres, tegang
- Tekanan darah rendah (hipotensi)
Apabila trauma terjadi pada vena yang besar dekat dengan jantung, maka udara dapat masuk ke sistem sirkulasi. Akibat tekanan darah yang negative dalam system vena. Demikian pula, bila peningkatan tekanan atmosfer dengan cepat dapat mengakibatkan gelambung gas dalam darah & jaringan, atau pembentukan gelembung gas dalam darah dan jaringan, selain itu pembuluh darah paru dapat rupture, sehingga udara di atmosfer masuk melalui rupture pembuluh darah. Gelembung udara kemudian masuk ke sistem sirkulasi.(17,18)
Pada emboli udara, udara mula-mula terdapat dalam pembuluh darah paru, lalu ke Arteriovenous Shunt untuk masuk ke paru. Selain itu udara juga masuk ke pembuluh darah di otak melalui Foramen Ovale. Morfologi dari edema otak & gas dapat ditemukan di pembuluh darah. (17,18)
Gelembung gas ini dominan berada dalam vena besar yang mengembalikan darah ke jantung. Karena vena dalam perjalanannya ke paru-paru diameternya bertambah besar, maka emboli gas tanpa hambatan sampai di paru-paru dan besar, maka emboli gas tanpa hambatan sampai di paru-paru dan terperangkap didalam kapiler-kapiler paru-paru sehingga terjadi penyumbatan, dan dengan produk vasoaktif dari aktifitas permukaan gelembung menimbulkan seak napas, sakit dada dan batuk kering (chokes). Pernapasan menjadi cepat dan dangkal, sianosis dapat timbul pada titik ini, begitu pula gejala kegagalan jantung kanan karena terjadi syok kardiovaskuler. (17)

Presentasi klasik emboli gas akibat barotrauma paru-paru adalah hilangnya segara kesadaran yang dapat cepat menyebabkan kematian atau manifestasi seperti stroke (hemiplegia, monoplegia) pada waktu tiba dipermukaan, sedangkan presentasi neurologic klasik dari PD akibat gelembung-gelembung dari gas larut adalah ascending paraplegia (spinal bends). (17)
Penatalaksanaan
Walaupun kasus-kasus ringan dapat diobati dengan menghirup 100% O2 pada tekanan permukaan, pengobatan terpenting adalah rekompresi. Tiba di RUBT maka rekompresi dengan 100% O2 dengan tekanan paling sedikit kedalaman 18 meter (2,8 ATA) adalah pilihan utama pada banyak kasus PD. Bila sesudah 10 menit penderita belum sembuh sempurna, maka terapi diperpanjang sampai 100 menit dengan diselingi tiap 20 menit bernapas 5 menit udara biasa. Setelah ini dilakukan dekompresi dari 18 meter ke 9 meter selama 30 menit dan mengobservasi penderita kemungkinan terjadinya deteriorasi. Selanjutnya penderita dinaikan kepermukaan selama 30 menit. Seluruh waktu pengobatan dapat berlangsung kurang dari 5 jam. Rekompresi mengurangi diameter gelembung sesuai Hukum Boyle dan ini akan menghilangkan rasa sakit dan mengurangi kerusakan jaringan. Selanjutnya gelembung larut kembali dalam plasma sesuai Hukum Henry. O2 yang digunakan dalam terapi mempercepat sampai 10 kali pelarutan gelembung dan membantu oksigenasi jaringan yang rusak dan iskemik. (17)
Dalam kasus darurat yang jauh dari fasilitas RUBT dapat dilakukan rekompresi dalam air untuk mengobati PD langsung ditempat. Rekompresi dilakukan pada kedalaman maksimum 9 meter selama 30-60 menit. Kecepatan naik adalah 1 meter tiap 12 menit, dan bila gejalanya kambuh, tetaplah berada dikedalaman tersebut selama 30 menit sebelum meneruskan naik kepermukaan. Setiba dipermukaan, penderita diberi O2 selama 1 jam, kemudian bernafas dengan udara selama 1 jam, demikian seterusnya hingga 12 jam. Walaupun dapat dan telah dilakukan, mengenakan kembali alat selam dan menurunkan penyelam didalam air untuk rekompresi, namun cara ini tidak dapat dibenarkan. Kesukaran yang dihadapi adalah penderita tidak dapat menolong dirinya sendiri, tidak dapat dilakukan intervensi medic bila ia memburuk dan terbatasnya suplai gas. Oleh karena ini usaha untuk mengatasi PD sering kali tidak berhasil dan malahan beberapa pebderita lebih memburuk keadaannya. (17)

Obat-obatan yang dapat diberikan selama rekompresi adalah infuse cairan (dekstran, plasma) bila ada dehidrasi atau syok, steroid (deksamethason) bila ada edema otak, obat anti pembekuan darah (heparin), digitalis bila terjadi gagal jantung, anti oksidan (vitamin E, C, beta karoten) untuk mengantisipasi pembekuan oksidan (radikal bebas) yang merusak sel tubuh pada terapi oksigen hiperbarik.(17)
BLAST INJURY (LUKA LEDAKAN)
Cedera karena ledakan dikelompokkan dalam 4 kategori :
Primer, Sekunder, Tersier, & Quarterner. Seorang pasien dapat mengalami cedera lebih dari 1 kategori pengelompokan diatas. (19)
Mekanisme Blast Injury(luka ledakan)
Kecelakaan dari blast injury (luka ledakan) melibatkan korban yang menderita cedera jaringan lunak. Prinsip mekanisme kecelakaan melibatkan energi kinetik yang besar dalam waktu singkat. Illustrasi di bawah menunjukkan cedera secara umum yang disebabkan oleh ledakan. (19)

High Order Explosives
Adalah ledakan yang besar akibat reaksi bahan kimia. Bahan kimia yang dimaksud adalah nitroglyserin, dinamit, C-4, campuran Amonium Nitrat & bahan bakar minyak. Untuk detonasi, digunakan bahan kimia yang dirubah menjadi bentuk gas dengan tekanan & temperature yang tinggi. Contohnya ledakan yang dihasilkan oleh C-4 yang dapat menghasilkan gelombang yang luas. (19)
Naiknya tekanan atau gelombang ledakan disebut “Overpressure”. Gelombang tekanan meningkat dengan segera & cepat. Jumlah kerusakan dari gelombang tekanan ini tergantung : (19)
- Tekanan puncak yang dihasilkan (Overpressure 60-80 Potensial Lethal)
- Durasi
- Medium tempat terjadinya ledakan (udara, air)
- Jarak dari tempat ledakan
)
Low Order Explosives
Adalah ledakan yang dihasilkan oleh tekanan dan energi yang rendah yang menyebabkan luka bakar. Ledakan ini disebut “Propellants” sebab digerakkan oleh objek yang menyerupai peluru yang meluncur dengan cepat. Ledakan yang rendah dihasilkan dari bubuk mesiu & Molotov. (19)
Ada 4 tipe secara umum penyebab ledakan: (19)
BLAST INJURY PRIMER
Atau cedera ledakan secara langsung disebabkan oleh barotrauma yang biasanya terjadi karena udara memasuki organ-organ, sehingga mengalami kerusakanoleh tekanan dinamik di jaringan, tetapi tergantung dari lokasi ledakan. Ruptur dari membran timpani, kerusakan paru dan emboli udara, dan ruptur organ dalam adalah penyebab primer dari blast injury (luka ledakan). (19)
Membran timpani adalah struktur yang memiliki tehanan yang paling rendah terhadap tekanan dari ledakan. Gendang telinga dapat menahan efek dari ledakan. Peningkatan tekanan 5 Psi di atas tekanan atmosfer dapat menyebabkan rupturnya gendang telinga, yang bermanifestasi pada ketulian, tinnitus, & vertigo. Apabila tekanan dinamik tinggi, maka ossikula dari telinga tengah dapat terlepas. Gangguan karena trauma dapat menyebabkan tuli permanen. (19)
Ruptur membran timpani adalah komplikasi dari blast injury (luka ledakan). Beberapa pasien mengalami kerusakan paru tetapi membran timpaninya tidak ruptur. Pada Primary Injury terjadi perforasi gendang telinga. Organ lain yang mengalami kelainan setelah kecelakaan ledakan adalah mata & luka bakar pada tubuh. (19)
Paru adalah organ kedua yang mudah mengalami cedera akibat Primer Blast Injury, akibat perbedaan tekanan antara alveolar-capillary disebabkan oleh Hemothorax, Pneumothorax, Pneumomediastinum, & Subcutaneus emphysema. Perhatian ini timbul dari tekanan yang bersumber dari gelombang ledakan. Oleh karena itu tidak mengherankan bila ditemukan pembesaran jantung atau emboli udara pada pasien yang menderita Primary Blast Injury yang sering menyebabkan kematian. (19)
Cedera pada paru setelah ledakan digambarkan sebagai kombinasi gejala paru yang disebabkan oleh paparan gelombang yang dihasilkan oleh ledakan. Biasanya cedera ledakan pada paru terjadi kira-kira 1-10%. Cedera pada paru setelah terjadi ledakan dapat digambarkan sebagai ”Acute Respiratory Distress” dengan gejala sesak, bradikardi, hipotensi. Pasien kemungkinan menderita hipoxemia, hemoptysis, & dapat diintubasi endotracheal. Cedera pada paru setelah ledakan dapat di identifikasi dengan foto thorax di rumah sakit terdekat.
Colon adalah organ viscera yang sering terkena akibat Primary Blast Injury berupa ruptur colon yang disebabkan oleh Ischemik Mesenterik. Selain itu Primary Blast Injury juga dapat menyebabkan perdarahan dari hati, lien, ginjal, selain itu dapat menyebabkan ruptur bola mata, & serous retinitis. (19)
SECONDARY BLAST INJURIES
Banyaknya ledakan yang berisi metalik atau fragmen lainnya yang dapat menyebabkan luka penetrasi yang berakibat timbulnya kematian.(19,20)
Suatu ledakan dapat menghamburkan bermacam-macam benda di sekitarnya (paku, logam, kaca, kayu, dll) disebabkan oleh tekanan yang dihasilkan oleh angin & mengenai korban. Rata-rata debu & kotoran yang berasal dari tanah atau lumpur dapat meninggalkan karakteristik yang sama berupa warna kehitam-hitaman pada kulit.

Gambar 10. Secondary blast injuries may not be initially obvious. A seemingly small abrasion or wound may mask the entrance wound for a large fragment. The EMS provider should also remember that blast fragments may be traveling up to five times faster than a military bullet. (19)
TERTIARY BLAST INJURIES
Trauma ledakan tersier merupakan hasil dari displasement pada pasien oleh angin ledakan. Kadang pasien sampai terlempar hingga ke tanah, sehingga dapat terjadi Abrasi, Kontusi & cedera tumpul. Biasanya pasien terlempar ke udara. Trauma ledakan tersier terjadi pada tahun 1995 di kota Oklahoma yang mendapat serangan Bom, dimana 135 orang dilaporkan terlempar akibat tekanan yang berasal dari ledakan & mengenai objek di sekitarnya.
Ledakan yang menimbulkan kolaps dari dinding pembuluh darah yang bisa menyebabkan kematian akibat trauma yang luas. Crush syndrome dapat menyebabkan colaps karena kerusakan jaringan otot & pelepasan myoglobin, potassium, & phosphate. Selain itu Crush Syndrom dapat menyebabkan gagal ginjal karena retensi potassium yang berlebih dapat menyebabkan kerusakan otot. Oleh karena itu di butuhkan pengobatan yang tepat dengan melakukan hidrolisis & Alkalization. (19,20)
Sindrom kompartemen dapat terjadi karena penyakit dekompresi disertai dengan gejala pembengkakan otot, Ischemia, penurunan perfusi jaringan. Kompartemen syndrome dapat menyebabkan kematian jaringan. Kompartemen syndrome biasanya terjadi pada extremitas. (19,20)
Tertiary blast Injury juga terjadi pada orang yang mengalami luka karena ledakan yang mengakibatkan fraktur, cedera otot terbuka atau tertutup. (19,20)
QUARTERNAR BLAST INJURIES
Disebut juga Miscellaneous Injuries yang disebabkan oleh kecelakaan akibat ledakan atau karena penyakit. Quarternar Blast Injuries meliputi komplikasi dari kondisi yang ditemukan. Contohnya dapat terjadi pada wanita hamil atau pada pasien yang mengkomsumsi anticoagulant. Quarternary Injuries meliputi luka bakar (kimia), keracunan, radiasi, Asfiksia ( berupa CO atau Cyanida, Asbes ). Quarternar Blast Injuries bisa juga disebabkan oleh bom. Trauma ledakan Quarterner disebabkan dari bermacam-macam dampak dari ledakan, termasuk luka bakar kimia, debu yang mengandung racun & terhirup, paparan radiasi, terkena reruntuhan gedung. Fase ini dapat terjadi dalam periode yang panjang, contohnya Post Traumatic Stress Disorder (PTSD).
Luka bakar kimia atau terhirupnya debu yang mengandung racun dapat berasal dari racun yang dikandung oleh bahan-bahan ledakan atau dari material-material setelah terjadi ledakan.(19,20)
Evaluasi Blast Injuries (luka ledakan)
Cedera karena ledakan dapat terjadi pada traktus gastrointestinal yang dapat terjadi pada orang yang terkena ledakan dengan gejala nyeri abdomen, mual, muntah darah, nyeri rektum, nyeri testis, hypovolemia. Colon biasanya terjadi hemorrhage (perdarahan) & perforasi. Perforasi dapat terjadi segera bisa juga terjadi setelah 48 jam. Pada primary Blast Injury testis & organ yang padat dapat ruptur, frekuensi kejadiannya jarang dan selalu dikelompokkan dalam ledakan yang luas. (19)
Primary Blast Injury dapat menyebabkan trauma pada otak (gegar otak). Memar pada jantung dapat disertai dengan disritmia, atau hipotensi. (19)
Tabel 3 – Mekanisme cedera dari ledakan
Mekanisme Cedera Contoh dari cedera
Primary Injury Disebabkan oleh tekanan gelombang ledakan. Cedera terjadi dengan cepat, dan rentan terjadi pada organ Ruptur Membran Timpani, cedera paru karena ledakan
Secondary Injury Trauma ledakan disebabkan oleh objek yang digerakkan oleh angin bersumber dari ledakan Cedera ledakan yang terjadi pada beberapa regio tubuh
Tertiary Injury Sebagian besar cedera ledakan dihasilkan oleh perpindahan dari objek yang besar Contusio, fraktur, laserasi
Quarternar atau Miscellaneous Injury Cedera yang disebabkan oleh reruntuhan bangunan, api yang berasal dari ledakan Luka bakar, Crush Injury, Distress Pernapasan, Asphiksia



Gejala klinis dari cedera karena ledakan : (19)
Tabel 4.
SISTEM KONDISI
Audiovestibular Ruptur membran timpani
Cardiovascular 1. Memar pada miokardial
2. Emboli udara
3. Syok kardiogenik
4. Ischemik
Extremitas 1. Fraktur
2. Sindrom Kompartemen
3. Luka bakar
4. Terganggunya aliran darah arteri
Gastrointestinal 1. Perforasi Organ
2. Hemorrrhage
3. Ischemic Mesenteric yang disebabkan oleh emboli udara
4. Sepsis
Neurologic 1. Cedera otak
2. Strok yang disebabkan oleh emboli uadara
3. Cedera pada susunan saraf spinal
Ginjal 1. Memar pada ginjal
2. Gagal ginjal akut yang disebabkan oleh shok dan ruptur testis
Respiratori 1. Hemothorax
2. Memar pada paru
3. Perdarahan pada paru
4. Kerusakanepitel pernapasan
5. Pneumonitis
6. Sepsis
7. Cedera pada paru secara langsung akibat tekanan yang berlebih dari ledakan
Management Blast Injury (luka ledakan)
Kebanyakan dari cedera dapat terlihat setelah detonasi diledakkan. Kebanyakan cedera dapat menyebabkan kerusakan jaringan lunak & cedera kepala. (19)
Hal pertama yang paling penting dalam penanganan adalah menjaga agar pernapasan tetap adekuat, memperbaiki ventilasi & sirkulasi peredaran darah korban.(19)
Tenaga medis dapat memberikan petunjuk yang potensial tentang exposure dari ledakan, setelah itu dapat memberikan informasi kepada korban apabila korban dapat ditangani dengan amputasi. (19)
Bila pasien menggunakan baju selam, maka cedara dapat dicegah. Selain itu jarak yang jauh dari tempat ledakan dapat menurunkan risiko dari primary Blast Injury. (19,20)
Pengobatan prehospital dapat dilakukan dengan triase & evakuasi yang cepat ke pusat trauma di Rumah Sakit, setelah dilakukan Survei ABC, diberikan suplemen Oxygen & cairan secara Intra Vena. Selain itu juga harus disiapkan penanganan Pneumothorax, Hypotensi. (20)

PEMERIKSAAN PENUNJANG 6,8
Pada otopsi juga dilakukan prosedur laboratorium yaitu :
1. Sediaan histopatologi dari masing-masing organ.
Dari tiap organ diambil sediaan sebesar 2 x 2 x1 cm kubik dan difiksasi dalam formalin 10%.Organ yang diambil adalah: paru-paru, hati, limpa, pankreas, otot jantung, arteri koronaria, kelenjar gondok, ginjal, prostat, uterus, korteks otak, basal ganglia dan dari bagian lain yang menunjukkan adanya kelainan.
2. Tes emboli udara
Emboli udara, baik yang sistemik maupun emboli udara pulmoner, tidak jarang terjadi. Pada emboli sistemik udara masuk melalui pembuluh vena yang ada di paru-paru, misalnya pada trauma dada dan trauma daerah mediastinum yang merobek paru-paru dan merobek pembuluh venanya.
Emboli pulmoner adalah emboli yang tersering, udara masuk melalui pembuluh-pembuluh vena besar yang terfiksasi, misalnya pada daerah leher bagian bawah, lipat paha atau daerah sekitar rahim (yang sedang hamil); dapat pula pada daerah lain, misalnya pembuluh vena pergelangan tangan sewaktu diinfus, dan udara masuk melalui jarum infus tadi. Fiksasi ini penting, mengingat bahwa tekanan vena lebih kecil dari tekanan udara luar, sehingga jika ada robekan pada vena, vena tersebut akan menguncup, hal ini ditambah lagi dengan pergerakan pernapasan, yang ”menyedot”.
 Buat sayatan ”I”, dimulai dari incisura jugularis, ke arah bawah sampai ke symphisis pubis,
 Potong rawan iga mulai dari iga ke-3 kiri dan kanan, pisahkan rawan iga dan tulang dada keatas sampai ke perbatasan antara iga ke-2 dan iga ke-3,
 Potong tulang dada setinggi perbatasan antara tulang iga ke-2 dan ke-3,
 Setelah kandung jantung tampak, buat insisi pada bagian depan kandung jantung dengan insisi ”I”, sepanjang kira-kira 5-7 sentimeter; kedua ujung sayatan tersebut dijepit dan diangkat dengan pinset (untuk mencegah air yang keluar),
 Masukkan air ke dalam kandung jantung, melalui insisi yang telah dibuat tadi, sampai jantung terbenam; akan tetapi bila jantung tetap terapung, maka hal ini merupakan pertanda adanya udara dalam bilik jantung,
 Tusuk dengan pisau organ yang runcing, tepat di daerah bilik jantung kanan, yang berbatasan dengan pangkal a. Pulmonalis, kemudian putar pisau itu 90 derajat; gelembung-gelembung udara yang keluar menandakan tes emboli hasilnya positip,
 Bila tidak jelas atau ragu-ragu, lakukan pengurutan pada a. Pulmonalis, ke arah bilik jantung, untuk melihat keluarnya gelembung udara,
 Semua yang disebut di atas adalah untuk melakukan tes emboli pulmoner, untuk tes emboli sistemik, pada prinsipnya sama, letak perbedaannya adalah : pada tes emboli sistemik tidak dilakukan penusukan ventrikel, tetapi sayatan melintang pada a. Coronaria sinistra ramus desenden, secara serial beberapa tempat, dan diadakan pengurutan atas nadi tersebut, agar tampak gelembung kecil yang keluar,
 Dosis fatal untuk emboli udara pulmoner 150-130 ml, sedangkan untuk emboli sistemik hanya beberapa ml.
3. Tes Pada Pneumothoraks
Pada trauma di daerah dada, ada kemungkinan jaringan paru robek, sedemikian rupa sehingga terjadi mekanisme ”ventil” di mana udara yang masuk ke paru-paru akan diteruskan ke dalam rongga dada, dan tidak dapat keluar kembali, sehingga terjadi kumulasi udara, dengan akibat paru-paru akan kolaps dan korban akan mati. Diagnosa pneumothorax yang fatal semata-mata atas dasar test ini, bila test ini tidak dilakukan, diagnosa sifatnya hanya dugaan. Cara melakukan test ini adalah sebagai berikut:
 Buka kulit dinding dada pada bagian yang tertinggi dari dada, yaitu sekitar iga ke 4 dan 5 ( udara akan berada pada tempat yang tertinggi ),
 Buat ”kantung” dari kulit dada tersebut mengelilingi separuhnya dari daerah iga 4 dan 5 ( sekitar 10 x 5 cm )
 Pada kantung tersebut kemudian diisi air, dan selanjutnya tusuk dengan pisau, adanya gelembung udara yang keluar berarti ada pneumothorax; dan bila diperiksa paru-parunya, paru-paru tersebut tampak kollaps,
 Cara lain; setelah dibuat kantung , kantung ditusuk dengan spuit besar dengan jarum besar yang berisi air separuhnya pada spuit tersebut; bila ada pneumothorax, tampak gelembung-gelembung udara pada spuit tadi.

ASPEK MEDIKOLEGAL
Didalam melakukan pemeriksaan terhadap orang yang menderita luka akibat kekerasan, pada hakekatnya dokter diwajibkan untuk dapat memberikan kejelasan dari permasalahan sebagai berikut:
a. Jenis luka apakah yang terjadi ?
b. Jenis kekerasan/senjata apakah yang menyebabkan luka ?
c. Bagaimanakah kualifikasi luka itu ?
Defenisi Luka :
Luka adalah putusnya atau rusaknya kontinuitas jaringan akibat trauma/injury. Tergantung kepada jenis dan besar kecilnya kekerasan, maka luka yang terjadi pun akan mempunyai berbagai bentuk dan ukuran.
Klasifikasi Luka :
a. Berdasarkan derajatnya
1. Luka derajat I : Luka yang tidak mengakibatkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan, jabatan, atau pencaharian.
2. Luka derajat II : Luka yang menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan, jabatan, atau pencaharian; tetapi untuk sementara waktu saja.
3. Luka derajat III : Luka yang termasuk dalam pengertian hukum “luka berat” (pasal 90 KUHP).
b. Berdasarkan penyebabnya
1. Luka karena kekerasan mekanik (benda tajam, tumpul, dan senjata api).
2. Luka karena kekerasan fisik (luka karena arus listrik, petir, suhu tinggi, dan suhu rendah).
3. Luka karena kekerasan kimiawi (asam organik, asam anorganik, kaustik alkali dan karena logam berat).

PERLUKAAN SENJATA TAJAM
Perlukaan senjata tajam merupakan kelainan pada tubuh yang disebabkan oleh persentuhan dengan benda atau alat yang bermata tajam dan atau berujung runcing sehingga kontinuitas jaringan hilang.
Ciri-ciri luka karena benda tajam :
a. Tepinya rata
b. Sudut luka tajam
c. Tidak ada jembatan jaringan
d. Sekitar luka bersih tidak ada memar
Di dalam Ilmu Kedokteran Kehakiman, luka akibat benda/senjata tajam yang banyak dijumpai , yaitu dalam bentuk luka iris (incised wound, cut, slash, sloice), luka tusuk (penetrating wound, stab, puncture, perforation
a. Luka iris
Luka iris adalah luka yang lebar tetapi dangkal akibat kekerasan benda tajam yang sejajar kulit.
Ada 3 bentuk luka iris (incised wound), yaitu :
1. Bentuk celah yaitu luka iris yang arah datangnya sejajar dengan arah serat elastis / otot.
2. Bentuk menganga yaitu luka iris yang arah datangnya tegak lurus terhadap arah serat elastis / otot.
3. Bentuk asimetris yaitu luka iris yang arah datangnya miring terhadap arah serat elastis / otot.

Ada 8 ciri-ciri luka iris (incised wound), yaitu :
1. Tepi dan sudut luka tajam.
2. Jembatan jaringan tidak ada.
3. Permukaan luka rata.
4. Sekitar luka tidak ada luka memar atau luka lecet.
5. Luka tidak mengenai tulang.
6. Panjang luka lebih besar daripada dalam luka.
Luka iris diakibatkan benda tajam yang mengenai tubuh dengan arah yang kurang lebih sejajar dengan permukaan tubuh. Panjang luka biasanya lebih besar dari dalamnya luka. Akar rambut pada tepi luka biasanya turut terpotong dan tidak dijumpai jembatan jaringan.
b. Luka tusuk
Luka ini diakibatkan oleh benda tajam atau benda runcing, yang mengenai tubuh dengan arah tegak lurus atau kurang lebih tegak lurus. Luka tusuk merupakan luka terbuka dengan kedalaman luka lebih daripada panjang luka. Tepi luka biasanya rata dengan sudut luka yang runcing pada sisi tajam benda penyebab luka tusuk.
Ada 5 ciri-ciri luka tusuk (stab wound) yang disebabkan oleh alat yang berujung runcing dan bermata tajam, yaitu :
1. Tepi luka tajam atau rata.
2. Sudut luka tajam namun kurang tajam pada sisi tumpul.
3. Sekitar luka kadang terdapat luka memar. Ekimosis karena tusukan sampai mengenai tangkai pisau.
4. Kedalaman luka melebihi panjang luka.
Pengertian kualifikasi luka disini semata-mata pengertian ilmu kedokteran forensik, yang hanya baru dipahami setelah mempelajari pasal-pasal dalam kitap Undang-undang Hukum Pidana, yang bersangkutan dengan Bab XX (Tentang penganiayaan), terutama pasal 351 dan pasal 352, dan Bab IX (Tentang Arti Beberapa Istilah Yang Dipakai Dalam Kitap Undang-undang), yaitu pasal 9

DASAR-DASAR HUKUM
1. UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME (21)
- Pasal 13A
(1) Setiap orang yang mengetahui akan terjadinya tindak pidana terorisme dan tidak melaporkannya kepada pejabat yang berwenang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
(2) Apabila tindak pidana terorisme sebagaimana dimaksud pada ayat (1) benar-benar terjadi, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
- Pasal 17
(1) Dalam hal tindak pidana terorisme dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, tuntutan dan penjatuhan pidana dilakukan terhadap korporasi dan/atau pengurus.
(2) Tindak pidana terorisme dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai wewenang mengambil keputusan, mewakili, dan/atau mengendalikan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama.
(3) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi maka korporasi tersebut diwakili oleh pengurus.(internet RUU perubahan terorisme)


2. KUHAP BAB XX (tentang penganiayaan):(22)
- Pasal 351
(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama lima tahun
(3) Jika mengakibatkan mati, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
- Pasal 90; luka berat berarti:
 Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut,
 Tidak mampu terus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencaharian.
 Kehilangan salah satu panca indera
 Mendapat cacat berat.
3. UNDANG-UNDANG No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan:(23)
- Pasal 86
(1) Setiap pekerja / buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:
• Keselamatan dan Kesehatan Kerja;
• Moral dan Kesusilaan
• Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.
(2) Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.
(3) Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


DAFTAR PUSTAKA

1. Supartono G. Available at http://www.portalkalbe.com. Trapped Gas Pada Penerbangan Yang Tinggi. Accessed on May,21th 2008.
2. Kaplan LJ. & Bailey H. Available at http://www.e-medicine.com. Barotrauma. Accessed on May,21th 2008.
3. Kaplan LJ. & Eidenberg. Available at http://www.e-medicine.com. Barotrauma. Accessed on May,21th 2008.
4. Bentz B.G & Hugles C.A. Available at http://www.AmericanHearing.com. Barotrauma. Accessed on May,21th 2008.
5. Adams G.L & Boeis L.R. BOEIS : Buku Ajar Penyakit THT. EGC. Jakarta : 1997. Hal.90-92.
6. Fung k. Available at http://www.MedlinePlus.com. Ear Barotrauma. Accessed on May,21th 2008.
7. Available at http://www.merckSource.com. Ear Barotrauma. Accessed on May,21th 2008.
8. Koop Everet. Available at http://www.Drkoop.com. Ear Barotrauma. Accessed on May,21th 2008.
9. Soepardi EA & Iskandar N. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT. FKUI : Jakarta. 2000. Hal.50.
10. Burton Met all Hall and Colman’s: Disease of the ear, nose, and throat, 15th edition. Churchill Livingstone. London : 2000. Hal.45.
11. Tim Pengajar. Catatan kuliah THT. Fakultas Kedokteran UNHAS. Makassar. 2001.
12. Browning G. Clinical Otology and Audiology. Butterworths. London. 1993. Hal.120-122.
13. Li Ronson. Common Diving Related Ear Barotrauma And Its Management. Available at http://www.diving medicine.com Accessed on May,21th 2008.
14. Anonym Available at http:// www.Bali Post.com. Yang Perlu Diketahui Sebelum Terbang. Accessed on May,21th 2008.
15. Rebeiz E.E. Available at http://www.ThirdAge/EBSCO.com. Barotrauma. Accessed on May,21th 2008.
16. Barotrauma. Available at http://www.wikipedia.com Rebeiz E.E. Available at Accessed on May,21th 2008.
17. Abadi D. Penyakit Dekompresi Pada Penyelam. Fakultas Kedokteran UNHAS. Makassar. 1995. Hal.4-20.

18. M. Oehmichen R. N. Auer H.G. König. Forensic Neuropathology and Associated Neurology. Special Physical Trauma. Medical University of Vienna. Verlag Berlin Heidelberg 2006. p.209-10,263-4.
19. Nixon R.G. Available at http://www.fire engineering. Blast Injuries. Accessed on May,21th 2008.
20. DePalma R.G. Burris D.G. Available at http://www.NEJM.com. Blast Injuries. Vol.352:1335-1342. March 31th 2005. Number 13. Accessed on May,21th 2008.
21. Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan. Available at http://www.google.com/ruu terorisme/. RUU Perubahan Terorisme. Accessed on May,21th 2008.
22. Mun’im A. Luka dan Kekesaran. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi 1. Binarupa Aksara. Jakarta. 1997. Hal 87
23. Okleq. Available at http://okleqs.wordpress.com/2008/01/20/landasan-hukum- pengawasan-kesehatan-kerja/ Landasan Hukum Pengawasan Kesehatan Kerja. Accessed on May,21th 2008.

Rabu, 26 Mei 2010

Mitos Seputar Sperma


Sperma erat kaitannya dengan pria, sebab sperma memiliki peran yang penting dalam proses reproduksi. Namun minimnya pengetahuan tentang sperma, melahirkan beberapa mitos yang salah. Berikut ini adalah beberapa mitos yang salah tentang sperma dilengkapi dengan penjelasan yang benar:

1. Pria bersperma encer dikatakan mandul.
Mitos ini salah besar, keenceran sperma tidak tidak menentukan tingkat kesuburan seorang pria. Kesuburan pria diukur ditentukan oleh jumlah dan pergerakan sperma serta kandungan di dalamnya, normal atau tidak.

2. Sperma adalah obat jerawat
Mitos ini salah besar, hanya orang bodoh saja yang mempercayai hal tersebut. Sperma pria tidak ada yang mengandung hormon penghalus kulit.

3. Sperma, jika diminum maka akan membuat orang yang meminumnya menjadi awet muda
Hal ini tidak benar. Sperma seorang pria tidak ada yang berkhasiat sebagai obat awet muda.

4. Pria yang tidak mengeluarkan sperma saat bercinta artinya pria tersebut pernah menderita suatu penyakit kotor
Mitos ini tidak benar sama sekali. Hal ini mungkin saja terjadi karena katup pengatur di kemaluan pria terjadi kerusakan. Alasan lain, seorang pria, usai menjalani operasi prostat memang seringkali tidak bisa menutup klep ke saluran kandung kemihnya ketika ejakulasi. Karena itu spermanya akan mengalir ke dalam kandung kemih dan bukan keluar lewat saluran kemaluan. Gangguan pada saraf kemaluan juga bisa menyebabkan pria tidak mampu mengeluarkan spermanya.

5. Sperma tidak bisa menembus pakaian dalam sehingga tidak ada resiko kehamilan jika sepasang kekasih bercinta hanya dengan menggesek-gesekkan penis ke vagina yang masih mengenakan pakaian dalam.
Kemungkinan hamil masih ada. Sebab spermatozoa/sel benih berukuran beberapa mikron. Ukuran tersebut memungkinkan sperma menembus pakaian dalam pria maupun wanita.

6. Senggama terputus tidak membuahkan resiko kehamilan
Resiko hamil tetap ada, sebab meskipun pria belum ejakulasi (mengeluarkan sperma karena sudah mencapai orgasme), cairan awal yang keluar selama ereksi memuncak dan saat pria terangsang sudah mengandung sel benih. Sehingga ada kemungkinan sebelum penis ditarik keluar kemungkinan benih sudah ada yang masuk. Dan kehamilan pun bisa terjadi.

7. Pria yang sudah divasektomi, tidak lagi mengeluarkan sperma (saat mencapai orgasme).
Pria yang sudah divasektomi sekalipun, tetap akan mengeluarkan sperma, hanya saja kandungan isi spermanya telah berubah menjadi getah-getah yang keluar dari kelenjar kemaluannya.

Nah, tentunya kini Anda jauh lebih tahu perihal kebenaran mitos-mitos di atas. Apakah Anda akan terus mempercayai mitos-mitos tersebut?

Mau Tahan lama ? Caranya gampang....


Bagaimana cara menambah ukuran, kekuatan dan stamina untuk ereksi? Tips berikut bisa jadi cara mudah saat Anda bercumbu rayu, dan siap melakukan hubungan seks. Dengan perlakukan yang tepat, Mr P dapat melakukan penjelajahan, dan Anda bukan hanya sekedar jadi pria yang mampu melakukan sekali gerakan.

Makanan yang Bagus
Menumbuhkan ereksi secara besar-besaran merupakan masalah bagi tubuh Anda. Darah dan horomon menafsirkan nutrisi yang bermanfaat. Jadi nutrisi yang bagus merupakan kunci untuk mendapatkan seks berlipat ganda. Karbohidrat, bermnafaat untuk membangun balok energi, yang esensial. Seksual kita membutuhkan makanan karbohidrat dan beragam dari jenis ini. Pasta dan roti merupakan sumber karbohidrat penuh. Anda juga perlu mengkonsumsi zat besi setiap hari. Zat besi merupakan bahan vital dalam testosterone, cairan air mani dan sperma. Anda dapat menemukan sumber mineral ini dari seafood, kacang polong dan kacang-kacangan. Atau untuk lebih praktisnya Anda dapat membeli suplemen zat besi.

Posisi Yang Tepat
Posisi dalam melakukan hubungan seks dimana pihak pria yang berada di atas - seperti posisi missionary dan doggy style - memberikan keuntungan lebih pada pria, lantaran posisi ini memacu aliran darah dan memberikan ereksi yang tahan lama dan kuat. Jadi jangan lakukan posisi dimana wanita di atas pada sesi awal hubungan seksual. Sentakan gravitasinya akan mengeluarkan aliran darah dari ereksi Anda. Posisi wanita diatas juga membuatnya mengendalikan gerakan, jadi juga dan ini bisa membuat pria kehilangan kontrol yang lebih baik pada penetrasi.

Kurangi Kepekaan Agar Tahan Lama
Cara klasik untuk mengurangi kepekaan berlebih adalah menggunakan kondom. Tapi jika Anda tak ingin menggunakan kondom saat melakukan hubungan intim dengan pasangan, Anda dapat mencoba cara lain. Sesekali keluarkan Mr P dari Ms V saat Anda merasa akan mencapai klimaks. Trik ini berguna untuk mengalihkan pikiran Anda sejanak untuk menghindari ejakulasi terlalu awal, namun tak mengurangi kekuatan ereksi.

Simpan Kekuatan
Jangan membuat diri Anda kelelahan di sesi awal saat melakukan hubungan intim. Terlalu lelah disesi awal dapat mengakibatkan ereksi jadi lembek. Jadi ukur bats kekuatan Anda.

Tak Perlu Gugup
Terlalu gelisah dan gugup justru dapat membuat ereksi Anda melembek. Namun sayangnya, seks seringkali berhubungan dengan hasil yang menggelisahkan, jika itu terkait dengan image tubuh yang negatif. Seperti saat Anda pertama kali melakukan hubungan seksual dengan pasangan, sudah tentu Anda dihantui kegelisahan. Sebaiknya temukan cara untuk membuat diri Anda merasa nyaman jika Anda dihinggapai rasa gugup saat hendak melakukan hubungan seksual.

Latihan Perut
Lakukan latihan perut. Gerakan ini memiliki andil dalam membantu otot perut Anda mempertahankan ereksi. Selain itu, dengan postur tubuh yang bagus percaya diri Anda semakin bertambah. Selian latihan perut, Anda juga bisa melakukan latihan kegel untuk Mr P. Meski hal ini tak terbukti dapat memperbesar ukurannya, tetapi bisa membantu mempertahankan ereksi berlangsung lebih lama.

Jangan Merokok Dan Minum Beralkohol Berlebih
Merokok membuat sirkulasi darah jadi buruk, dan saat Anda ingin melakukan hubungan seksual, sangat dibutuhkan aliran darah yang lancar. Jadi jika Anda ingin kehidupan seks yang selalu panas, ini sebuah alasan kuat untuk menghentikan kebiasaan merokok. Minum minuman beralkohol terlalu banyak juga berpengaruh pada prostate Anda.

Apapun resepnya, sebenarnya pola hidup sehat juga akan memberi kemampuan luar biasa dalam kehidupan seksual Anda. Selamat mencoba

Syahadatan

Anda Adalah Pengunjung Ke :

Menurut kamu...Apakah Perawat semuanya harus menguasai IT dan Bahasa Asing ( Bhs. inggris )

kompetisi Blog IT Ners

ITNCBC 2010







[
]

Terima Kasih






Template by - Usman ohorella - 2010 - layout4all